Pada pekan kedua di bulan November 2020 kemarin, rupanya DPR RI telah memulai kembali suatu pembahasan mengenai RUU Larangan Minuman Beralkohol. Aturan tersebut telah diusulkan oleh 21 anggota DPR RI yang terdiri dari 18 anggota Fraksi PPP, dua anggota dari Fraksi PKS, dan satu anggota dari Fraksi Partai Gerindra. Fraksi – Fraksi yang mendukung pembahasan tersebut ditunjukkan dengan suatu titik wilayah yang telah menjadi sumber peredaran miras oplosan yang sangat berbahaya dan akan membawa dampak buruk untuk tubuh.
Merujuk ke pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol, rupanya Beleid ini dilakukan pula dengan tujuan
“Melindungi Masyarakat Indonesia Dari Dampak Negatif yang Ditimbulkan Pada Minuman Beralkohol”. Bukan hanya itu saja, rupanya pelarangan miras juga akan diperketat dengan tujuan “Menciptakan Ketertiban dan Ketentraman Di Lingkungan Masyarakat Dari Gangguan Yang Telah Ditimbulkan Oleh Peminum Alkohol”.
Simon Runturambi dkk dalam suatu laporan penelitian yang berjudul Karakteristik Alcohol Related Crime di Indonesia: Studi di Lima Kota pada tahun 2017 lalu menggunakan dokumen PDF, telah menyebutkan bahwasanya korelasi antara tindak kejahatan dan minuman beralkohol masih sangat sulit untuk dihilangkan dan dibuktikan karena minimnya data yang dimiliki.
Bukan hanya itu saja, berbagai macam institusi penegak hukum di lima kota yang telah mereka teliti sebelumnya, seperti aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan suatu Lembaga di lingkungan masyarakat, tidak memiliki suatu data yang bisa dijadikan acuan. “Terlalu sederhana rupanya melihat konsumsi minuman beralkohol dengan korelasi kejahatan tanpa mendasarkan apapun pada kekuatan hubungan diantara keduanya,” tulis Simon dkk dalam laporan penelitian yang telah dilakukannya. Keterangan yang lebih terang telah disebutkan dalam publikasi National Institute of Health atau NIH, kepada suatu agensi di bawah kendali Kementerian Kesehatan Amerika Serikat.
NIH ini telah disebut bahwa setiap tahunnya yang telah ditetapkan di tahun 1998, sudah ada 11,1 juta orang yang telah menjadi korban kejahatan dan kekerasan di Amerika Serikat. Lalu, sudah ada 2,7 juta korban itu telah melaporkan bahwasanya meminum alkohol dahulu sebelum memulai kejahatannya yang telah memakan korban. Masalahnya, konsumsi alkohol dan suatu tindak kejahatan dalam publikasi NIH tersebut tidak dapat serta – merta dibaca sebagai salah satu sebab – akibat. Pasalnya, suatu kejahatan terkait alkohol adalah suatu hasil dari kompleksitas interaksi antara faktor individu dan faktor lingkungan.
Interaksi tersebut terjadi lantaran bersifat cari – dan ia bisa jadi pendorong pada tindakan kejahatan atau sebaliknya justru akan menghambat. Dalam konteks Amerika, memang ada banyak sekali remaja yang kerap melakukan tindak kekerasan dan menenggak minuman beralkohol. Namun, perilaku yang agresif tidak semerta – merta dipengaruhi dalam mengkonsumsi alkohol, tetapi telah dipengaruhi pula oleh suatu lingkungannya yang tidak baik.
Mereka itu kerap melakukan perundungan alias tindak bully, vandalism, dan memiliki hubungan di lingkungan sekitar yang sangat buruk. Bahkan, tidak menutup kemungkinan bahwa hubungan keluarga yang dimiliki nya pun buruk. Hasil studi dari literatur Simon dkk juga tidak lupa menyebut adanya sebuah perbedaan antara alcohol related crime atau ARC dan alcohol misuse. Biasanya ARC akan mengarah pada suatu konsumsi alkohol dengan tujuan utama melakukan tindak kriminal atau kejahatan.
Sedangkan untuk alcohol misuse, telah mengarah pada suatu penyalahgunaan minuman beralkohol karena telah penat atau faktor lainnya yang dipengaruhi pada suatu lingkungan keluarga atau lingkungan teman – temannya. Tentu saja tidak setiap orang yang mengkonsumsi alkohol dilakukan untuk memulai perkelahian dan melakukan tindak kriminal. Minuman beralkohol pun biasanya dikonsumsi untuk memeriahkan suatu selebrasi, relaksasi, pelengkap mengkonsumsi suatu makanan, bersosialisasi, atau suatu jamuan yang sangat berguna kepada para tamu guna mengalihkan mood.
Bukan hanya itu saja, Simon dkk pun tidak lupa untuk menulis laporannya, “Dapat dikatakan bahwa mengkonsumsi suatu minuman yang mengandung alkohol tidak selalu bertujuan untuk melakukan tindak kejahatan,”. Selain itu, rupanya sebuah kasus dari negara lain telah membuktikan bahwasanya pelarangan atau pengetatan pengedaran alkohol justru dapat menjadi bencana baru yang harus ditanggulangi sejak dini.
Alkohol Ilegal Di Negara Turki
“Saya mulai membuat bir untuk diri sendiri karena harga bir yang terus mengalami peningkatan,” kata Karem, ialah seorang pekerja swasta yang tinggal di Istanbul, Turki yang telah kami catat langsung dari sumber Politico. “Lama – lama membuat bir sendiri jadi hal yang menyenangkan. Tapi ya, ini semua dilakukan bermula pada harga bir yang terus mengalami peningkatan di Turki,” lanjutnya kembali. karem hanyalah satu dari sekian banyaknya warga di negara Turki yang telah mengubah flatnya menjadi pabrik bir mikro.
Itu adalah sebuah cara yang dilakukan mereka ketika berkelit dengan pajak alkohol yang melangit dan dibawah penetapan harga dari pemerintahan konservatif Presiden Recep Tayyip Erdogan. Erdogan yang telah berkuasa di Turki sejak tahun 2003 tersebut memang telah membawa Turki semakin jauh dari budaya sekularisme. Tentu saja aturan tersebut dapat menjadi patokan pemerintahan Indonesia dalam menetapkan RUU terkait larangan peredaran miras oplosan di tanah air yang dapat menjadi permasalahan terbaru.