Pada tanggal 7 September 2020 yang lalu, Presiden Jokowi ingin memberikan pernyataan bahwasanya ada pernyataan yang begitu “mengejutkan”. “Kunci ekonomi kita agar baik adalah kesehatan yang baik. Kesehatan yang baik akan menjadikan ekonomi kita baik. Artinya fokus kita tetap nomor satu adalah kesehatan,” kata Jokowi melalui akun YouTube Sekretariat Presiden yang kami lansir dari Tirto.id. Pasca new normal berlaku pada beberapa daerah yang ada di INdonesia. Jokowi mencuatkan pentingnya perekonomian yang berjalan dengan bersamaan sehingga terkesan pemerintah tak prioritaskan rakyat.
Diantaranya adalah melalui sebuah unggahan dalam akun instagram @Jokowi pada tanggal 14 Juni 2020 dan juga pada saat memberikan sebuah pengarahan di Posko Penanganan dan juga Penanggulangan Covid-19 Jawa Tengah pada tanggal 30 Juni 2020.“Ini bukan masalah urusan kesehatan, tapi juga masalah ekonomi. Manajemen krisis kesehatan dan ekonomi harus bisa berjalan beriringan,” kata mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut yang sudah kami kutip dari situs Tirto.id.
Ditengah keterbatasan alat untuk pengujian ini juga telah membuka keran aktivitas publik, dan yang menjadi kesan terburuknya adalah kepatuhan orang lain dengan protokol kesehatan yang sudah berlaku, ia juga akan meminta kementerian/lembaga pemerintah nantinya akan bekerja lebih keras dalam dalam “Menjaga jangan sampai muncul juga ge;ombang kedua dari (COVID-19). Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yakni merupakan salah satu menteri yang paling ngotot keran aktivitas ekonomi publik harus dibuka dengan melakukan konsep new normal selama masa pandemi COVID-19. Dengan geliat ekonomi yang hingga kini semakin babak belur, Airlangga memandang new normal tidak dapat untuk menunggu vaksin.
“Tentu kita menginginkan agar pandemi COVID-19 ini tidak merembet atau merembes pada pandemi PHK, sehingga salah satunya adalah melakukan restart, produktif tapi aman dari COVID-19. Oleh karena itu protokol-protokolnya baru, cara protokol baru ini diberlakukan sampai ditemukannya vaksin. Kalau kita menunggu vaksin sampai tahun depan. Kelihatannya dengan protokol kesehatan yang harus uji klinis dan yang lain, tidak dalam waktu dekat,” ujar Airlangga, melansir dari Tirto.id.
Airlangga kemudian menyamakan kondisi yang ada di Indonesia kala itu dengan negara lain yang telah memperbolehkan aktivitas publik di saat tengah pandemi COVID-19. Mau tidak mau, hingga nantinya vaksin corona akan ditemukan, pada era new normal merupakan sebuah pilihan yang terbaik. Dalam beberapa kejadian yang telah dijumpai oleh warga Indonesia, memang sangat jelas sekali bahwasanya pemerintah tak prioritaskan rakyat di tengah pandemi corona seperti ini. Belum lagi adanya selisih paham mengenai RUU Cipta Kerja yang ada di Indonesia kala Oktober 2020 yang lalu.
“Dengan kriteria-kriteria yang ada, apakah itu kesiapan terhadap kesehatan, jumlah tesnya, kemudian juga kesiapan masyarakatnya, kesiapan sektor dan kesiapan lain itu mungkin bisa turun lagi dari 110. Kalau dari segi provinsi tentu ini tidak bisa secara keseluruhan provinsi itu secara bulat kabupaten/kotanya tetapi bertahap juga. Kami yang sekarang dilihat oleh pemerintah lebih mikro lagi, level kabupaten kota, bahkan di kecamatan,” tutur Airlangga yang dikutip dari Tirto.id.
Menanggapi dalam sebuah wacana yang akan dijalankan oleh pihak pemerintah, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kemudian akan segera memutuskan untuk penerapan PSBB transisi pada awal Juni 2020. Sebenarnya, ini juga termasuk new normal yang nantinya akan diubah namanya hanya demi memasukkan nilai filosofis bahwa pandemi corona hingga saat ini belum bisa dikatakan berakhir dan kalangan masyarakat pun juga tidak bisa bersantai-santai.
Pada akhir bulan Juli 2020 yang lalu Anies pun juga memutuskan untuk memperpanjang PSBB transisi dengan pertimbangan angka positivity rate 6,5 persen dan Rt berada di posisi 1. Positivity rate merupakan angka persentase orang hasil tes positif COVID-19 dengan jumlah pengetesan yang maksimal secara langsung. Sedangkan Rt maupun reproduksi efektif memperkirakan adanya penularan dari virus COVID-19 yang terjadi di daerah tersebut. Semakin kecil keduanya, maka akan semakin bagus juga dalam mencegah penyebaran virus COVID-19 di seluruh pelosok Indonesia.
Kemudian pada bulan September 2020 Anies menarik rem secara darurat. Dia pun pada akhirnya menyadari bahwa penyebaran kasus COVID-19 yang ada di Jakarta kembali marak, bahkan lebih parah dari yang sebelumnya pernah terjadi. Pada saat pemberlakukan PSBB transisi, ada sekitar kurang lebih 7.684 kasus selama tiga bulan terhitung sejak kasus pertama pada bulan Maret 2020. Sedangkan dari Juni hingga 9 September 2020, kasus di Jakarta mencapai angka 49.837 kasus yang terjadi. Positivity rate juga meningkat secara drastis hingga 7,0.
Anies akhirnya menyampaikan sebuah keputusan dalam penerapan PSBB yang perlu untuk diberlakukan lagi secara utuh. Pengumuman ini kemudian menyulut pernyataan dari sejumlah menteri Presiden Republik Indonesia Jokowi. Bukan hanya memaparkan dampak buruk dari keputusan Gubernur DKI Anies Baswedan, para menteri ini juga sebenarnya sedang menyinggung adanya narasi dari Presiden Jokowi mengenai prioritas kesehatan itu sendiri.