Prewee.com – Unsur pertama kalinya dalam jangka 50 tahun terakhir ini bisa menghentikan banjir besar Kalimantan Selatan serta sampai sekarang ini kabarnya banjir tersebut sudah merendam 10 Kabupaten Kota yang ada di Kalimantan Selatan dalam jangka beberapa waktu yang lalu. Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana pada tanggal 17 Januari 2021 menyebutkan bahwasanya setidaknya ada 24.379 rumah yang terendam banjir besar dan 39.549 warga telah mengungsi serta menyebabkan sekiranya ada 15 orang meninggal dunia.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dalam kunjungannya ke lokasi bencana tersebut telah menyebutkan bahwasanya banjir yang ada di Kalimantan Selatan ini terjadi sebab tingginya curah hujan yang berlangsung di Kalimantan Selatan dalam kurun waktu 10 hari berturut-turut. Dalam curah hujan tersebut tentunya tidak bisa ditampung oleh Sungai Barito sehingga bisa menyebabkan terjadinya banjir. “Curah hujan yang sangat tinggi hampir 10 hari berturut-turut sehingga daya tampung Sungai Barito yang biasanya menampung 230 juta meter kubik sekarang ini masuk air sebesar 2,1 miliar kubik air sehingga memang meluap di 10 kabupaten dan kota,” kata Jokowi melansir dari Tirto.id.
Akan tetapi. Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) memiliki pandangan yang lain soal perihal musabab yang menjadi faktor utama akan banjir besar Kalimantan Selatan ini. Koordinator JATAM Merah Johansyah memperlihatkan ada sebuah unsur dari kelalaian yang dijalankan oleh pemerintah dalam membantu menghentikan deforestasi serta suburnya tambang batu bara serta perkebunan kelapa sawit di tanah Kalimantan tersebut. Sebagai sebuah catatan bahwasanya, di Kalimantan Selatan sendiri mempunyai 553 izin Usaha Pertambangan (IUP) Non-CnC serta 236IUP CnC.
Sebeba itulah, menurut Merah, masyaralat merasa bahwasanya hal ini bisa digugat untuk pemerintah setempat. Harusnya sesuai dengan Pasal 71, pihak pemerintah pusat serta daerah juga akan melakukan sebuah pengawasan terhadap seluruh tahapan penanggulangan bencana alam. Yang meliputi kebijakan pembangunan yang dapat menjadi akibat atas bencana yang terjadi di sini, maka kegiatan eksploitasi yang menjadi potensi menimbulkan bencana, kegiatan konversasi lingkungan, perencanaan tata ruang, hingga pengelolaan lingkungan hidup masyarakat setempat.
Pemerintah juga seharusnya bisa berani dalam mengevaluasikan izin-izin tambang serta perkebunan sawi yang ada di Kalimantan Selatan. Lalu bisa memberikan sanksi khusus untuk korporasi sebagaimana amanah yang telah ditentukan dalam pasal 79 dalam UU kebencanaan, yakni berupa pidana penjara serta denda hingga pencabutan terhadap izin usaha yang tengah berlangsung di Kalimantan Selatan. “Pemerintah bisa digugat dan disanksi karena menyebabkan bencana lewat kebijakannya menerbitkan izin tambang,” ujarnya yang kami kutip dari Tirto.id, pada hari Selasa (19/1/2021).
Pendapat yang sama juga telah diutarakan oleh Staf Advokasi serta juga Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan M. Jefri Raharja. Warga juga merasa dirugikan sebab adanya bencana banjir, meurt Jefri, yang selayaknya menggugat kepada pihak pemerintah. Jefri sendiri juga menambahkan bahwasanya pemerintah hingga saat ini semestinya bisa untuk bertanggung jawab karena bencana ekologis ini, seperti yang kami lansir dari Tirto.id “di hulu terkait perizinan industri ekstraktif dan di hilir soal disaster management sampai emergency response.”
Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur telah menambahkan kepada media, bahwasanya pihak masyarakat memiliki hak dalam menggugat pemerintah pada saat pihak pemerintah tidak mau menjalankan kewajiban hukum atau bahkan terjadi juga dalam penyalahgunaan kewenangan yang sudah ditetapkan. Terkait kebencanaan dan lingkungan hidup, masyarakat Kalimantan Selatan mampu bersandar pada UU HAM, KUH Perdata, UU Lingkungan Hidup, serta UU Administrasi Pemerintah.
“Dalam hukum sekarang berkembang mekanisme gugatan class action misalnya, warga bisa menggugat melalui perwakilan kelompok, atau bisa melalui citizen law suit,” ujar Isnur yang kami lansir dari Tirto.id, pada Selasa. Gugatan class action di Indonesia ada dalam sejumlah undang-undang yang sudah berlaku. Semisal yang kami kutip dari UU 23/1997 tentang Lingkungan Hidup, UU Perlindungan Konsumen hingga UU Kehutanan yang terbit 1999. Jadi pihak masyarakat setempat bisa saja menuntut kepada pemerintah mengenai banjir besar Kalimantan Selatan yang terjadi beberapa waktu ini.