Pada hari Jumat 18 Desember 2020 kemarin, aksi 1812 perihal imam besar dari Front Pembela Islam, Habib Rizieq Shihab. Berlangsung di Istana Negara, Jakarta, kini pakar Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Laura Navika Yamani, mengungkapkan bahwa risiko massa terkena virus COVID-19 tersebut tinggi. Sebab semakin banyak orang, dan berkumpul di suatu titik sama, dengan kondisi tersebut, akan menyebabkan risiko tertular virus COVID-19 tersebut tinggi. “Semakin banyak orang, kemudian berkumpul dalam satu titik dengan kondisi yang memang sangat berkerumunan, hal tersebut akan berisiko tinggi (tertular virus covid-19),” ungkap Laura, pada saat dihubungi Detik.com, Jumat 18 Desember 2020.
Diketahui, bahwa imam besar Front Pembela Islam, saat ini sedang menjalankan masa tahanannya di Rutan Polda Metro Jaya, dengan berupa kasus penghasutan kerumunan massa di kawasan Petamburan, pada bulan November 2020 lalu. Terlihat bahwa adanya aksi bela Habib Rizieq Shihab, yang berjudul 1812 tersebut berlangsung sangat ramai, dipenuhi oleh pengikut Front Pembela Islam. Sontak kabar tersebut juga, pakar Epidemiolog dari Universitas Airlangga, yakni Laura Navika Yamani melihat adanya aksi dorong terjadi dengan aksi massa yang bertajuk 1812 dengan pihak kepolisian tersebut.
Menurut Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Laura Navika Yamani bahwa aksi dorongan tersebut meski menggunakan masker, namun kemungkinan tidak lebih dari 50 persen, resiko penularan virus corona pun tetap saja tinggi. “Benar, sebab enggak ada jarak, ya karena aksi dorong tersebut istilahnya tidak mungkin hanya dilakukan satu orang, meski menggunakan masker. Jadi menggunakan masker hanyalah menjaga sekitar, mungkin tidak lebih dari 50 persen,” ungkap Laura Navika Yamani, Epidemiolog dari Universitas Airlangga, dikutip dari Detik.com, pada hari Jumat 18 Desember 2020 kemarin.
Sebelumnya, aksi 1812 bela imam besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab tersebut, sempat dibubarkan. Akan tetapi massa masih saja memilih untuk bertahan, kabar tersebut diungkapkan oleh Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Heru Novianto dengan melalui pengeras suara. Melihat aksi bubarkan massa tersebut yang tidak berlaku, akhirnya Heru Novianto, mengarahkan kepada pasukan polisi, yang sebelumnya sudah dipersiapkan. Personel polisi akhirnya menghampiri massa dengan membubarkan massa secara terpaksa, karena dengan alasan pandemi Covid-19 tersebut masih berlangsung, dan di wilayah Jakarta sendiri masih sangat tinggi.
Tidak hanya memerintahkan aksi massa 1812 tersebut dengan secara paksa saja, namun Kombes Heru Novianto juga memerintahkan personel untuk menangkap massa yang akan melawannya. Lanjut, pakar Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Laura Navika Yamani menginginkan aksi massa 1812 tersebut, masyarakat harus melakukan 3M (menggunakan masker, mencuci tangan, hingga menjaga jarak). Laura sendiri menjelaskan dengan pemakaian masker di kerumunan, sama sekali tidak menghindarkan dari terjadinya penularan COVID-19 tersebut, jika kita tidak melakukan jaga jarak serta tidak rutin mencuci tangan.
Tidak hanya dari pakar, Epidemiolog dari Universitas Airlangga, Laura Navika Yamani saja. Namun Golkar, juga sama halnya menyesalkan adanya aksi bela Habib Rizieq Shihab, yang berlangsung pada hari Jumat 18 Desember 2020 kemarin. Golkar menegaskan bahwa negara Indonesia adalah sebuah negara hukum, sehingga semuanya harus bisa mengikuti aturan proses hukum. “Kita ini kan negara konstitusi, negara hukum. Jadi ya ikutilah proses yang tertera,” ungkap Ketua DPD Partai Golkar Dave Laksono, ketika dihubungi oleh awak media, pada hari Jumat 18 Desember 2020 kemarin, dikutip dari Detik.com.
Menurut Dave Laksono, bahwa imam besar dari Front Pembela Islam (FPI) tersebut terjerat dengan kasus hukum. Dave Laksono menyampaikan bahwa massa FPI dan lainnya, seharusnya mendukung melalui mekanisme hukum, misalnya memberikan bantuan hukum atau bisa mencari saksi meringankan kasus tersebut, bukan melanggar aksi di masa pandemi COVID-19 menimbulkan kerumunan. “Inikan tertera proses hukum yang didapatkan MRS ya, itukan berdasar proses hukum. Jadi ya, jika ingin memberikan dukungan, berikalah dukungan hukum saja, dan ikuti monitor persidangannya, lalu buatlah bantuan padanan hukum, atau mencari saksi meringankan,” ucap Dave Laksono, dikutip dari Detik.com, pada hari Jumat 18 Desember 2020 kemarin.