Ketua Pelaksana Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) Erick Thohir ingin supaya para masyarakat ikut serta juga dalam membantu pemerintah untuk menanggulangi masa pandemi seperti saat ini untuk secepatnya dengan “membayar vaksin sendiri” apabila sudah tersedia. “Ini merupakan bentuk dari kontribusi yang tak kalah penting karena penduduk Indonesia sangat besar,” ucapnya dalam webinar. Namun dalam hal ini kita bisa tahu bagaimana seharusnya negara bisa memfasilitasi kepada seluruh masyarakat mengenai Vaksin Covid-19 dapat diberikan secara gratis.
Karena mau bagaimanapun di tengah pandemi corona seperti saat ini seluruh perekonomian sedang menurun dan jika hal ini terus berlanjut dalam segi vaksinasi di Indonesia pun masyarakat masih harus membayar. Justru hal ini yang akan menjadi permasalahan yang berlanjut. Karena seharusnya negara pun bisa memberikan solusi dalam pandemi corona seperti saat ini. Bukan malah sebaliknya, dalam pemberian vaksin pun masih harus dibebankan kepada masyarakat.
Hal ini nantinya akan menjadi pro kontra antara masyarakat, dimana banyak pula sebagian dari mereka yang saat ini tidak percaya dengan adanya virus corona. Bahkan tidak menutup kemungkinan pula bahwasanya vaksin yang diperjual belikan oleh negara merupakan hal yang nantinya akan menjadi lahan bisnis. Maka dari itulah negara perlu membenahi kebijakannya jika ingin menyebarluaskan vaksin ini untuk seluruh kalangan masyarakat dengan cara diperjual belikan.
Rencana ini sebetulnya sudah pernah dinyatakan dalam jangka waktu berkali-kali. Dimana dalam diskusi virtual Persiapan Infrastruktur Data Vaksinasi COVID-19, pada hari Selasa 1 Desember, contohnya, Erick pun pernah bilang apabila sekadar mengandalkan rumah sakit dan fasilitas kesehatan milik BUMN, vaksinasi ini pun hanya dapat dilakukan untuk 2,3 juta penduduk/bulan. Sementara apabila swasta juga ikut terlibat, maka bisa bertambah menjadi 11 juta penduduk/bulan. “Kalau gotong royong kita mampu 13-15 juta dalam kurun waktu per bulan. Apabila nantinya kita akan ditugaskan 75 juta, ya, insya Allah 8-9 bulan selesai,”ungkapnya.
Beberapa bulan sebelum itu, tepatnya pada hari Rabu 2 September yang lalu, dia mengatakan pemerintah “tahu banyak juga pihak-pihak yang mampu beli [vaksin].” Oleh karena itu dia bilang “kami tidak mau nanti beban keseluruhan jadi beban pemerintah.” Untuk memuluskan rencana tersebut, Erick pun juga sempat mengungkapkan bahwasanya pemerintah tengah membuat pangkalan data satu data vaksin Covid-19. yang mana nantinya vaksin akan disebarluaskan ke seluruh Indonesia.
Fajrin Rasyid, Direktur Digital Bisnis PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk, yang nantinya akan ditugaskan untuk bisa membuat pangkalan data, mengatakan bahwasanya dalam produk ini akhirnya yakni dengan melakukan sebuah aplikasi untuk bisa melakukan pendaftaran vaksin yang baik berasal dari adanya suatu program pemerintah ataupun juga program mandiri dan menggunakan bayar sendiri. Mirisnya jika menggunakan biaya sendiri, maka masyarakat Indonesia tidak semuanya dari kalangan mampu sehingga untuk yang tidak mampu, besar kemungkinannya untuk tidak bisa merasakan vaksin.
MUI diminta untuk segera siapkan Fatwanya Dengan pangkalan data ini diharapkan vaksin untuk virus corona ini akan tepat sasaran dan tak ada duplikasi. “Vaksin ini pun tidak dapat untuk sekaligus untuk satu waktu, alhasil butuh dashboard filtering penduduk mana yang nantinya perlu untuk diprioritaskan. Apabila telah terdaftar dalam satu sistem, nanti tidak dapat lagi untuk bisa terdaftar dalam sistem lainnya,”menurutnya. Head of Corporate Communication Bio Farma Iwan Setiawan menuturkan bahwasanya mereka sudah diperkenankan untuk kelak menjual vaksin corona bagi yang tidak ditanggung negara.
Pada hari Rabu (2/12/2020), dia juga pernah mengucapkan bahwasanya perkiraan harganya Rp400-600 ribu, mencakup pada dua dosis vaksin Sinovac untuk satu orang. Berdasarkan pada sebuah penelitian Bio Farma, vaksin corona yang berasal Cina ini dapat membuat tubuh kebal dari Corona selama enam bulan. Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah tidak sepakat dengan adanya vaksin yang akan diberikan secara mandiri dalam beberapa persen.
“Bisa-bisa yang nggak memiliki uang banyak dan nggak tercover oleh pemerintah nggak dilayani. Kan ini jadi sebuah ajang untuk diskriminasi,” menurut dia yang kami kutip dari Tirto.id, pada hari Rabu. Kekhawatiran yang ia rasakan di Trubus beralasan karena vaksin corona ini tidak akan dapat tersedia bagi semua orang dalam waktu bersamaan. PT Bio Farma, perusahaan pelat merah yang ditunjuk pemerintah supaya dapat melakukan uji klinis terhadap calon vaksin, bilang bisa memenuhi kuota vaksin corona terhadap 130 juta penduduk dari kewajiban setidaknya untuk 170 juta.
Untuk menutup sisa kebutuhan dalam kehidupan sehari-hari, maka pemerintah mengimpor pula beberapa jenis vaksin yang lain. Trubus bilang sebaiknya pihak pemerintah ini pun juga bisa membantunya, dalam hal ini Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, memenuhi seluruh kebutuhan vaksin warga tanpa terkecuali. Toh berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 12 Tahun 2020, COVID-19 sudah jelas akan ditetapkan sebagai bencana nasional non-alam. “Kalau konteksnya itu (bencana nasional non-alam), sebenarnya dalam pemberian vaksin tersebut juga mestinya gratis. Kan, program untuk nasional.” ungkapnya.