Mensos atau Menteri Sosial korupsi 17 M yang dijabat oleh Juliari Batubara terjerat oleh tim penyidik Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) sebagai tersangka penerimaan suap terkait jatah yang dipatokan per paket bantuan sosial (bansos) untuk penanganan pandemi virus corona (COVID-19). Pemilik nama lengkap Juliari Peter Batubara itu diduga menerima jatah untuk setiap sembako dan bantuan sebagai penanganan akan serangan wabah penyakit COVID-19 di wilayah Jabodetabek.
Awalnya tim KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 6 orang pada Sabtu kemarin, 5 Desember 2020 sekitar pukul 02.00 WIB petang. Identitas keenam orang itu adalah:
- Matheus Djoko Santoso alias MJS dirnya seorang pejabat pembuat komitmen (PPK) di Kementerian Sosial (Kemensos)
- Wan Guntar alias WG sebagai Direktur PT Tiga Pilar Agro Utama (PT TPAU)
- Ardian IM alias AIM sebagai pengusaha swasta
- Harry Sidabukke alias HS sebagai pengusaha swasta
- Shelvy N alias SN sebagai seorang sekretaris di Kemensos
- Sanjaya alias SJY sebagai swasta.
“Pada tanggal 4 Desember 2020, Tim KPK menerima informasi dari masyarakat akan adanya dugaan terjadinya penerimaan sejumlah uang oleh penyelenggara negara yang diberikan oleh AIM dan HS kepada MJS, AW dan JPB. Sedangkan khusus untuk JPB pemberian uangnya melalui MJS dan SN,” ucap Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di kantornya pada Minggu (6/12/2020) dini hari.
Perkara Menteri Sosial Korupsi 17M Sembako Bantuan Sosial Hingga Terjeratnya Ancaman Hukuman Mati
Konstruksi Kasusnya yang menjerat menteri sosial dengan korupsi sebanyak 17 Miliar yang diduga telah menerima jatah ceban per paket Bantuan sosial atau sembako untuk masyarakat di tengah pandemi seperti ini, Adanya pandemi COVID-19 ini membuat Kemensos mengajukan untuk paket sembako senilai Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak yang dilaksanakan dalam 2 periode bantuan. Mensos Juliari Batubara langsung menunjuk Matheus Joko Santoso dan salah seorang lagi yaitu yang bernama Adi Wahyono alias AW sebagai pejabat pembuat komitmen atau PPK. “Saudara JPB selaku Menteri Sosial MJS dan AW sebagai PPK dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukan langsung para rekanan dan diduga disepakati untuk ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS ini,” kata Firli. “Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp10 ribu atau ceban per paket sembako dari senilai bantuan harga Rp 300 ribu per paket bantuan sosial,” imbuhnya.
Lalu dari bulan Mei hingga November 2020 kemarin, dibuatlah kontrak pekerjaan dengan sejumlah penyedia sebagai rekanan di antaranya Ardian IM (AIM), Harry Sidabukke (HS), serta PT Rajawali Parama Indonesia (PT RPI) yang diduga milik Matheus Djoko Santoso (MJS) sendiri. Penunjukan PT RPI ini diduga diketahui Juliari Batubara sebagai Mensos dan disetujui Adi Wahyono (AW). “Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode yang pertama diduga terima fee kurang lebih sebesar Rp12 miliar dan pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS kepada JPB melalui AW dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar,” ucap Firli. Uang itu sendiri lantas dikelola Eko alias EK dan Shelvy N yang disebut sebagai orang-orang kepercayaan Juliari Batubara sebagai menteri sosial. Uang itu disebut KPK, akan digunakan untuk keperluan pribadi Juliari Batubara. Adanya penetapan tersangka dari konstruksi kasus tersebut oleh KPK, 5 orang tersangka yaitu sebagai berikut.
Sebagai penerima
- Juliari Peter Batubara
- Matheus Djoko Santoso
- Adi Wahyono
Sebagai pemberi:
- Ardian IM
- Harry Sidabukke
Berkaitan dengan masa pandemi COVID-19, Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada April 2020 lalu telah meneken Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 12 Tahun 2020 yang menetapkan COVID-19 sebagai bencana nasional. Pandemi itu disebut sebagai bencana non alam. “Menyatakan bencana non alam yang diakibatkan oleh penyebaran Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sebagai bencana nasional,” kata Joko Widodo dalam Keppres Nomor 12/2020 tentang Penetapan Bencana Non-alam akan Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional, yang dikutip dari sumber berita detikcom.
Keppres itu sudah ditandatangani pada Senin, 13 April 2020 di Kota Jakarta. Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal yang sudah ditetapkan. Dalam aturan hukum di negara Indonesia ada peluang hukuman mati bagi para koruptor bila ulahnya sudah berkaitan dengan bencana. Aturan itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi saat terjadinya bencana alam. Pasal 2 tersebut mengatur hukuman bagi para koruptor untuk dijerat pasal 2 ayat 2 tepatnya yang di mana hukuman mati menjadi salah satu opsinya. Apakah Juliari Peter Batubara sebagai menteri sosial korupsi 17 M bersama 4 orang lainnya akan terjerat hukuman mati?