prewee.com – Warga sipil menyerukan secara publik untuk menolak adanya Kudeta Militer di Myanmar, pasalnya tindakan militer sendiri merupakan tindakan yang akan mengembalikan negara dibawah kediktatorannya. Banyak pernyataan yang menyebutkan tindakan militer Myanmar tidak bisa dibenarkan dan sangat bertentangan dengan konstitusi suara rakyat dalam pemilihan umum.Â
Pada Senin (1/2/2021) dini hari, sejumlah tokoh senior pemerintahan anggota parlemen dari NLD dan beberapa menteri besar di Myanmar dilaporkan ikut ditahan setelah berhasil menahan Aung San Suu Kyi sebagai pemimpin de-Facto. Laporan ada kekuasan militer yang menguasai Myanmar disiarkan melalui televisi bahwa pihaknya akan mengambil alih kekuasaan dan menetapkan masa darurat selama satu tahun.Â
Kekuasaan diserahkan kepada Jenderal Min Aung Hlaing selaku Panglima Militer Myanmar, pihaknya masih memungkinkan kutipan militer bisa mengambil kendali pada masa darurat nasional dari konstitusi tahun 2008 lalu yang dirancang militer tersebut. Alasan pengambilalihan kekuasan tersebut masih digadang-gadangkan penyebabnya dari kegagalan pemerintahan sipil di Myanmar soal kecurangan pemilu November 2020 dan kegagalan pemerintah menunda pemilu karena pandemi Covid-19.Â
Dari rekaman video yang disiarkan televisi militer tersebut telah mengumumkan bahwa keadaan darurat berlaku sampai setahun lamanya. Warga negara disana sempat merasakan panik, sejumlah barisan yang berada di depan bank dan supermarket. Bahkan TV dan Radio sudah dipadamkan, Internet sudah tidak berguna dan seluruh warga saat ini tidak beraktivitas diluar rumah.Â
Kudeta Militer Di Myanmar Menuai Kecaman Pemimpin Dunia Dan Kemlu Akan Pastikan Keamanan WNI
Pihak NLD mengeluarkan pernyataan kepada seluruh warganya untuk tetap tenang dan ada percobaan negosiasi nantinya. “Karena kesulitan komunikasi saat ini, kami dengan hormat ingin memberitahu Anda bahwa program reguler MRTV dan Radio Myanmar tidak dapat disiarkan,” kata Radio dan Televisi Myanmar dalam sebuah unggahan di halaman Facebook-nya.Â
Menurut anggota keluarga di kediaman menteri utama, saat itu militer berdatangan untuk ke rumah anggota menteri utama di beberapa daerah dengan tujuan untuk membawanya pergi. Koresponden BBC News Asia Tenggara yakni Jonathan Head mengatakan bahwa Myanmar berada di jalan yang berbahaya. Dirinya menggambarkan kudeta skala penuh dikarenakan titik ibu Kota, Naypyidaw, dan kota utama Yangon sudah dipenuhi penjagaan ketat Tentara dan Polisi pada Jumat (29/01/2021).Â
Kemudian pada hari Sabtu (30/01/2021)Â angkatan bersenjata di Myanmar telah berjanji untuk terus mematuhi konstitusi kekhawatiran meningkatkan untuk persiapan melakukan kudeta. Militer di Myanmar tidak menyetujui adanya pemilihan umum untuk memenangkan Suu Kyi dikarenakan memiliki anak kemerdekaan dari inggris tahun 1948. Para pendukung militer melakukan protes di depan Komisi pemilu di Yangon saat NLD memenangkan 83% kursi parlemen dalam pemilu yang digelar pada 8 November 2020 lalu yang disebut sebagai referendum atas perhatian sipil Suu Kyi.Â
Setelah di konfirmasi adanya kudeta militer di Myanmar, Pemimpin dunia mengecam untuk membebaskan semua pemerintah dan pemimpin warga sipil. “Kami menyerukan agar militer menghormati penegakan hukum, untuk menyelesaikan sengketa melalui mekanisme yang sah dan untuk segera membebaskan seluruh pemimpin sipil dan yang lainnya yang ditahan secara tidak sah,” ujar Menteri Luar Negeri Australia, Marise Payne.
Kekhawatiran besar juga dirasakan sebagai pukulan serius bagi reformasi demokrasi di Myanmar. Seperti halnya Kementerian Luar negeri yang juga ikut khawatir akan warga negara Indonesia yang berada di myanmar. Sampai akhirnya Kemlu memastikan WNI berada dalam keadaan aman. Permintaan kemlu kepada WNI di Myanmar untuk menghubungi KBRI jika menghadapi masalah.
KBRI yang terus berkomunikasi dengan WNI di Myanmar untuk terus menghubungi dan melakukan kontak secara langsung atau melalui perwakilan guna memastikan keselamatan dan keamanan. Karena saat ini militer nampak sudah menguasai penuh Ibu Kota. Karena WNI merupakan prioritas pemerintah sehingga harus terus melakukan perkembangan situasi.
Mengutip dari Detik.com “KBRI Yangon terus memantau perkembangan situasi politik terkini di Myanmar. Keamanan dan keselamatan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia (WNI/BHI) di Myanmar menjadi prioritas KBRI Yangon. Himbauan Keamanan telah dikeluarkan KBRI Yangon tanggal 1 Februari 2021 pagi hari untuk memastikan bahwa WNI/BHI Indonesia tetap tenang, waspada, dan dapat melakukan langkah-langkah yang diperlukan,” kata KBRI Yangon dalam keterangan pers melalui laman resmi Kemlu yang dilansir dari sumber berita detikcom.