Sesudah hari pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020, tanggal 9 Desember 2020, jumlah kematian yang terjadi akibat adanya virus COVID-19 semakin menanjak bahkan tidak terkendali hingga saat ini. Trend tersebut juga telah diprediksi akan semakin meningkat mengingat laju penularan yang belum terkendali dan maraknya kegiatan yang mengundang kerumunan akhir tahun ini. Pada tanggal 11 Desember 20202, Satuan Tugas Penanganan COVID-19 mencatat ada penambahan 175 kematian dalam sehari yang terjadi akibat penularan Covid-19.
Jumlah ini adalah salah satu bentuk dari rekor yang tertinggi dalam sepanjang pandemi yang hingga saat ini telah melanda Indonesia. Rekor yang sebelumnya sempat terjadi pada 9 Desember dengan 171 total kematian dan 169 kematian pada tanggal 27 dan 29 November 2020. Sepanjang satu pekan, 7-13 Desember, total ada 1.079 kematian akibat terpapar oleh virus COVID-19. Sebagai juga dengan para pembanding, pada tanggal yang sama pada bulan sebelumnya, kematian yang tercatat sebanyak 595 pasien yang terkonfirmasi positif.
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adi Sasmito mengatakan angka kematian nasional mingguan meningkat hingga mencapai dari data sebelumnya 15,5 persen. Karenanya, ia juga sempat menyebutkan bahwasanya pihak pemerintah akan mengevaluasi kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit rujukan untuk penanganan virus COVID-19 serta mendorong untuk pendeteksian penyakit sedini mungkin. “Pemerintah terus akan menjadikan data-data yang ada ini sebagai dasar pengambilan upaya kesehatan yang tepat sasaran dalam membantu menangani penularan Covid-19,” kata Wiku yang kami lansir dari situs Tirto.id, pada hari Senin (14/12/2020) yang lalu.
Perkembangan ini pun memang akan membebani rumah sakit. Sekretaris Jenderal Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Lia Partakusuma pun telah menyatakan tempat tidur ICU di banyak rumah sakit telah penuh terisi, bahkan di dalam beberapa daerah hunian tempat tidur COVID-19 mencapai hingga 60-80 persen, padahal batas idealnya yakni hanya 50 persen. “Sebaiknya di bawah 50 persen agar lebih mempermudah pergerakan keluar masuk pasien yang terisolasi,” kata Lia yang kami kutip dari Tirto.id, Selasa (15/12/2020).
Selain itu, masing-masing rumah sakit pun berbeda kapasitas sumber daya manusianya sehingga tidak bisa secara maksimal juga untuk bisa menangani para pasiennya satu-persatu. Hal tersebut juga menurutnya akan menjadi sebuah problem tersendiri karena banyak pasien COVID-19 mempunyai beberapa penyakit penyerta. Akan tetapi di sisi lain Wiku membantah adanya kenaikan dalam angka kematian tersebut yang juga akan disebabkan lonjakan kasus aktif yang membuat rumah sakit tak bisa melayani dengan baik.
Menurut penjelasannya, dalam melangsungkan rapat koordinasi rutin yang dilakukan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, masalah yang ada masih dapat untuk segera ditangani oleh pemerintah setempat. Puncak Gunung Es apabila telah melihat pada data di masing-masing daerah, yang mana akan besar kemungkinan dalam melangsungkan angka kematian yang dilaporkan oleh Satgas Penanganan COVID-19 hanyalah puncak gunung es. Berdasarkan dengan data yang terdapat pada situs corona.jakarta.go.id, contohnya, ada 2.311 orang meninggal dalam status suspek serta 5.109 orang yang meninggal dalam status probable. Apabila nantinya akan dijumlahkan, ada sekitar kurang lebih 7.420 orang yang sudah meninggal sebelum hasil tes PCR keluar, terpaut jauh dari kematian yang sebelumnya sudah terkonfirmasi terinfeksi oleh penularan COVID-19 yang mencapai hingga 2.963 orang.
Sementara untuk wilayah di Jawa Barat, 928 orang meninggal dalam status probable dan di Jawa Timur jumlah kematian dalam status suspek serta probable mencapai hingga 1.036 orang. Epidemiolog Masdalina Pane menyatakan bahwasanya secara umum peningkatan jumlah kematian “menunjukkan case finding kita terlambat.” menurut sumber yang kami lansir, Senin, Masdalina bilang idealnya kasus ditemukan kala pasien masih tanpa gejala atau masih dalam gejala ringan alhasil peluang untuk bisa sembuh pun masih cukup tinggi.
Akan tetapi, karena adanya sebuah kapasitas tes masih rendah, maka kasus yang baru ditemukan hingga saat ini pun kala pasien inisiatif untuk segera memeriksakan diri ke rumah sakit sebab adanya gejala yang memang sudah parah. Sepekan terakhir, jumlah orang yang dites di Indonesia baru mencapai hingga 221.135, dalam jumlah ini pun masih belum memenuhi standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yakni mencapai hingga 1.000 orang per 1 juta penduduk dalam satu pekan alias 267 ribu orang dalam per pekan.