Pada tanggal 10 Desember 1948, tepat untuk hari ini 72 tahun silam, Deklarasi HAM Universal pertama kali perlu untuk diadopsi oleh pihak Majelis Umum PBB. Deklarasi ini pun juga telah dibentuk sebagai salah satu respons atas berakhirnya Perang Dunia II. Dengan adanya deklarasi ini, nantinya seluruh kalangan masyarakat dunia hendak melenyapkan segala wujud ari kekejaman yang lahir atas menjamurnya beberapa konflik-konflik antarnegara pada saat itu. Deklarasi Universal HAM juga nantinya akan melengkapi Piagam PBB yang sebelumnya juga telah dibuat.
Draf awal Deklarasi Universal HAM akan dirumuskan pada tahun 1947 oleh anggota yang tergabung dalam organisasi Komisi Hak Asasi Manusia. Akan tetapi, Komisi Hak Asasi Manusia nantinya akan membentuk badan formal terpisah untuk bisa menangani penyelesaian terhadap deklarasi. Badan ini terdiri dari 18 anggota dari berbagai budaya, latar belakang politik, dan agama. Ketuanya adalah Eleanor Roosevelt dengan anggota Rene Cassin (Perancis), Peng Chung Chang (China), Charles Malik (Lebanon), dan John Humphrey (Kanada).
Dalam memoarnya, Eleanor Roosevelt menulis “Dr. Chang merupakan salah seorang pluralis.Menurutnya, pada sebuah deklarasi harus bisa mencerminkan lebih dari sekadar gagasan Barat serta Dr. Humphrey harus bisa bersikap secara eklektik dalam jangka waktu pendekatannya. Dr. Humphrey bergabung dengan antusias pada sebuah diskusi dan saya juga akan ingat pada satu titik Dr. Chang yang mana beliau menyarankan bahwa untuk seluruh anggota dapat dengan mudah menghabiskan beberapa bulan untuk bisa mempelajari dasar-dasar konfusianisme!”
Selepas berproses, draf ini pun sebelumnya merupakan salah draf yang terakhir pada salah satu deklarasi selanjutnya nanti akan diserahkan oleh Cassin kepada Komisi Hak Asasi Manusia di Jenewa yang lantas akan segera dibagikan kepada semua negara anggota. Akhirnya, pada tanggal 10 Desember 1948 deklarasi diadopsi oleh pihak Majelis Umum di Paris dengan ketetapan Resolusi 217 A (III). Total pembuatan deklarasi pun nantinya akan memakan waktu kurang dari dua tahun lamanya.
Jika kita akan merujuk pada deklarasi universalnya, deklarasi ini lahir di negara-negara bagian Barat. Akan tetapi benarkah Deklarasi Universal HAM PBB yang mencakup 30 pasal ini merupakan produk dari negara-negara Barat? Untuk sejauh ini, publik pun telah menerima narasi bahwa Deklarasi Universal HAM adalah sebuah produk yang berasal dari Barat. Hanya sedikit orang yang berani memberikan berbagai macam argumen dalam sebuah bantahan mengenai hal itu.
Alasannya karena identifikasi perihal hak asasi manusia sudah kadung identik dengan filsafat Barat dan sudah lama bisa berkembang alhasil hingga saat ini bisa menjadi suatu perdebatan kontemporer soal universalitas hak asasi manusia. Hasilnya, pada sebuah pertanyaan perihal apakah standar hak asasi manusia Internasional dapat sesuai dengan berbagai macam jenis budaya dunia yang akan tenggelam begitu saja. Walaupun seperti itu, maka untuk salah satu pihak yang berani memberikan argumen bahwa Deklarasi HAM Universal PBB tidak sebatas menjadi produk Barat adalah Susan Waltz, ilmuwan politik dari Ford School of Public Policy, Universitas Michigan.
Lewat makalah berjudul “Reclaiming and Rebuilding the History of the Universal Declaration of Human Rights” (2002), Waltz yang mantan anggota Amnesty International ini sempat menuturkan bahwa pemahaman umum tentang deklarasi tersebut perlu untuk segera dikaji ulang. Menurut Waltz, sebuah pemahaman soal Deklarasi HAM adalah mitos politik yang membuat sebagian besar soal fakta yang penting hilang dalam pengetahuan publik. Pertama, banyak yang beranggapan bahwa lahirnya sebuah Deklarasi HAM ini juga akan terilhami oleh bencana Holocaust.
Tidak bisa dipungkiri bahwasanya, Holocaust merupakan salah satu bentuk dari kekejaman brutal yang nantinya akan mengejutkan dan juga akan mengubah dinamika politik dunia internasional saat itu.Akan tetapi, trauma atas Nazi yang bukan satu-satunya sebuah insiden kejahatan HAM yang membuat deklarasi universal ini lahir di mata dunia. Perang Sipil Spanyol, pemboman di Guernica, pembantaian hingga 200 ribu orang Cina oleh seluruh kalangan tentara Jepang, ada juga sebuah perselisihan yang telah tertuju untuk Pakistan dan India, hingga nantinya sebuah konflik Palestina-Israel merupakan sebuah kejadian-kejadian yang menurut Waltz, juga berandil besar dalam lahirnya Deklarasi HAM.
Kedua, dalam menjalankan sebuah Deklarasi HAM Universal ini memang pada umumnya dianggap sebagai buah dari adanya kerja keras dari negara-negara adidaya (Great Powers) yang menang dalam melakukan Perang Dunia II. Akan tetapi, hal tersebut juga tidak sepenuhnya bisa dikatakan sebagai hal yang benar. Paul Gordon Lauren dalam The Evolution of International Human Rights (1998) mengungkapkan, “Ada kalanya selama perang berlangsung sebuah aliansi Sekutu inipun akan benar-benar hadir dalam memimpin perjuangan untuk penegakan hak asasi manusia di seluruh dunia. Akan tetapi di luar hal itu, negara Sekutu pun pada umumnya akan berupaya untuk mengurangi pengembangan norma-norma hak asasi manusia secara universal.”
Catatan sejarah soal Deklarasi HAM jauh lebih kompleks daripada sebuah narasi-narasi yang ada pada umumnya. Kelahiran deklarasi ini pun juga merupakan kesepakatan politik antara beberapa negara yang sebelumnya telah dibentuk berdasarkan dengan negosiasi-negosiasi panjang. Peran penting ini pun tidak serta merta jatuh pada negara-negara Sekutu. Waltz pun nantinya akan menunjukkan beberapa pihak yang mengusulkan berbagai macam gagasan soal draf pertama deklarasi adalah Ricardo Alfaro (Presiden Panama).
Eleanor yang acap kali bisa dijadikan sebagai sosok yang cukup krusial dalam suatu rumusan yang mana nyatanya sama sekali tidak memberikan gagasan substantif tentang deklarasi. Hal tersebut baru sebagian besar saja dari contoh. Jika hal tersebut nantinya akan dirunut lebih jauh lagi, maka nantinya juga akan banyak saran dan masukan berasal dari negara-negara kecil dalam perumusan deklarasi. Negara-negara di Amerika Latin,contohnya, dengan mengusulkan kesetaraan hak ekonomi dan sosial dalam deklarasi HAM. Yugoslavia mengusulkan supaya hak asasi manusia ini juga diterapkan ke semua wilayah tanpa terkecuali.