Peneliti ISEAS-Yusof Ishak Institute, Made Supriatma, ia memberikan penilaian bahwa masuknya beberapa nama baru ke dalam kabinet, yang berlatar belakang sebagai seorang pengusaha yang belakangan ramai disebut sebagai crazy rich, menandakan bahwa Presiden Jokowi rangkul kalangan elite di Indonesia yang merupakan seorang pengusaha sukses. Beberapa pengusaha yang masuk ke dalam kabinet tersebut adalah Sandiaga Salahuddin Uno yang menjabat sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Muhammad Lutfi sebagai Menteri Perdagangan.
Keduanya memang telah banyak diketahui sebagai rekan akrab dari Menteri BUMN yakni Erick Thohir sejak masa muda serta juga mereka pun sama-sama datang dari kalangan pengusaha besar di Indonesia. Bukan hanya itu saja, bahkan mereka sebelumnya juga merupakan teman baik dari presiden Jokowi. Dari Ahok sendiri ia merupakan orang yang sebelumnya menjabat sebagai wakil gubernur Jakarta sebelum Jokowi mencalonkan diri sebagai presiden Republik Indonesia.
“Kalau saya istilah crazy rich, they are really rich, even by the standard of South East Asia, ini orang-orang yang sangat kaya. Dan yang paling karakteristik adalah mereka pengusaha pribumi. Mereka kaya karena, masuk daftar orang-orang kaya yang dibikin oleh Forbes, Asia Globe, mereka itu ada di atas 50-an, nomor 1 sampai 20 itu dominan keturunan China, minoritas dari Tionghoa. Kalau orang lain mengatakan hal ini merupakan sebuah perkara yang normal, maka dari saya mengatakan ini tidak normal. Ini plutokrasi dalam pengertian yang paling telanjang,” kata Made yang kami lansir dari Tirto.id.
Ia juga sempat memberikan pernyataan bahwasanya hal tersebut dalam diskusi daring yang kami kutip dari Tirto.id berjudul “Crazy Rich Masuk Kabinet Membaca Politik Plutokrasi Era Jokowi”, pada hari Minggu (27/12/2020) siang. Made pun juga sebelumnya telah menilai, para pengusaha seperti Erick Thohir, Sandiaga Salahuddin Uno, Muhammad Lutfi, hingga Nadiem Makarim yang mana mereka juga sudah masuk dalam kabinet lebih dulu dan juga lebih mengutamakan pencarian laba dari sebuah investasi daripada pertumbuhan ekonomi.
“Sehingga mereka menciptakan jurang ketimpangan yang sangat besar, antara orang-orang biasa dengan para kapitalis. Mereka ini kelas kapitalis,” kata Made yang dikutip dari Tirto.id. Ia sempat menyatakan juga sebelumnya bahwa Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengalami perubahan yang begitu sangat signifikan dalam jangka waktu beberapa tahun terakhir. Menurut dia, pada saat presiden Jokowi maju sebagai calon presiden pada tahun 2014, ia juga kerap kali memainkan narasi populisme, bukan siapa-siapa, anti-elite, berpihak ke rakyat kecil, sampai berasal dari pinggiran.
Akan tetapi, menurutnya, citra seperti itu bertahan hanya sampai tahun 2017 yang lalu. “Eksperimen dia dengan reform, antikorupsi, anti elite, populisme, terus kemudian sesudah 2017, dia sadar eksperimen ini tidak jalan. He had to deal with the elites. Kalau mau selamat, harus memeluk mereka. Itu yang terjadi,” kata dia yang dikutip dari Tirto.id. Bahkan, lanjut Made, pada bulan Oktober tahun 2019, Presiden Jokowi pun juga masih mengklaim bahwa anak-anaknya tidak tertarik untuk ikut berkecimpung di dalam dunia politik.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pun masih bangga dengan anak-anaknya yang sampai saat ini masih menekuni usahanya sebagai pelaku usaha pisang goreng dan martabak, kata Made melansir dari Tirto.id. “Pertengahan 2020 sangat berubah tiba-tiba. Tiba-tiba anaknya tertarik kepada politik. Dia benar-benar berubah dari politisi yang berada di luar mainstream, kemudian dia menjadi professional politician, dia lebih memperhatikan elite daripada rakyat. Hilang sudah masa blusukan, naik esemka, dia sangat nyaman dengan kekuasaan,”menurut Made.
“Seperti yang terjadi di banyak belahan dunia, mereka enggak akan berhenti di situ. Uang melahirkan politik, politik melahirkan uang. Itu kata-kata bijak sejak dahulu yang sampai sekarang masih berlaku,” tambahnya berdasarkan kutipan dari Tirto.id. Presiden Joko Widodo pun sebelumnya telah lantik enam menteri baru masuk ke dalam kabinetnya. Beberapa di antaranya, seperti Sandiaga Salahuddin Uno, Budi Gunadi Sadikin, Muhammad Lutfi, sampai Sakti Wahyu Trenggono, merupakan pengusaha dengan harga kekayaan yang hingga saat ini telah mencapai hingga triliunan rupiah.
Banyak yang mengira bahwa dalam momen Jokowi rangkul kalangan elite ini memang bisa menjadi hal yang positif atau berbalik juga menjadi hal yang negatif. Bagi sebagian kalangan masyarakat, beberapa elite yang menjabat sebagai menteri ini juga bisa berkontribusi dalam perkembangan dan juga kemajuan bangsa Indonesia. Namun disisi lain dalam pertimbangan lainnya juga tidak sedikit kalangan masyarakat Indonesia yang khawatir jika sebagian dari mereka pelaku usaha bahkan bisa dikatakan sebagai pengusaha sukses, bisa memberlakukan aturan yang lebih memihak pengusaha tanpa memikirkan bagaimana nasib buruk Indonesia kedepannya.
Akan tetapi hal ini bukanlah sebuah halangan untuk kita semua mempertahankan demokrasi di Indonesia. Jika memang kita tidak menyetujuinya maka, kita juga bisa membuka suara kita sehingga aturan di republik ini masih bisa dipertimbangkan sebelum disahkan. Sebab keputusan yang ada saat ini akan sangat berpengaruh pada perkembangan bangsa Indonesia kedepannya. Anak cucu kita juga akan merasakan hal yang serupa dengan keputusan yang tidak sesuai namun tetap disahkan saat ini.