Mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau yang biasa di sebut juga dengan panggilan Ahok, meluncurkan aplikasi bernama ‘Jangkau’ untuk dapat dengan mudah mewadahi bantuan sosial (bansos) kepada seluruh lapisan masyarakat yang kurang mampu. Di dalam kesempatan tersebut, Ahok juga merasa bahwa dirinya perlu bersyukur saat ini sebab adanya perkembangan dunia teknologi semakin pesat. Sehingga teknologi yang semakin canggih ini pun dapat dinilai mampu berbuat banyak untuk menolong banyak orang. Dalam Percakapannya tersebut Ahok Sindir Menteri yang terlibat kasus korupsi.
“Jadi dengan teknologi seperti ini saya berharap akan dampak sosial yang sangat besar untuk seluruh Indonesia,” menurut Ahok ketika peluncuran program tersebut yang ditayangkan di YouTube ‘Panggil Saya BtP’, pada Senin (21/12) yang kami lansir dari Tirto.id. Ahok pun menilai selama ini subsidi barang untuk seluruh lapisan masyarakat yang kurang mampu tidak tepat sasaran. Akan tetapi, subsidi yang dibarengi dengan adanya pemanfaatan teknologi akan lebih tepat untuk bisa dijadikan sebagai sasaran karena telah mempunyai data yang akurat.
“Karena selama ini subsidi kita di dalam barang boleh dikatakan tidak tepat sasaran. Karena saya orang politik. Nah, sama juga di Papua, kalau kita lihat itu harga barang bisa begitu mahal kalau kita subsidi di barang akan hilang,” ujar dia yang kami kutip dari Kumparan. “Dengan teknologi seperti ini sangat tepat kalau semua orang memiliki rekening bank itu nggak susah bank begitu besar kok sekarang dengan teknologi yang ada, bukan soal sumbang menyumbangkan juga masalahnya ini masalah data, data ini yang selalu mahal dan kita tidak pernah memperbarui,” sambungnya yang kami kutip dalam situs Kumparan.
Pada kesempatan tersebut, Ahok sindir menteri yang terduga melakukan tindakan korupsi karena permasalahan sembako. “Saya mengharapkan Jangkau ini menjadi sebuah dashboard data yang baik untuk seluruh pemerintah daerah dan seluruh kementerian. Jadi saya harap tidak lagi terjadi tuh gegara sembako menteri ketangkap gitu lho, ini kan kasihan banget,” tutur dia yang kami lansir dari Kumparan.
“Dengan data yang ada, uang yang ada ini akan berbuat. Nah, ini semua teknologi semua transparan kalau kita gunakan teknologi,” tutup Ahok dalam situs Kumparan. Meski ia tidak menyebut nama menteri tersebut, akan tetapi nama yang dimaksud Ahok kemungkinan besar merujuk pada Juliari Batubara. Juliari sebagai Menteri Sosial yang beberapa pekan lalu ditangkap KPK sebab adanya dugaan kasus suap bansos untuk masyarakat yang terdampak pandemi COVID-19.
Penetapan mantan Menteri Sosial Juliari sebagai tersangka yang menyusul pada tindakan operasi tangkap tangan (OTT) yang sebelumnya telah dilakukan lembaga antirasuah itu pada Sabtu (5/12) WIB. KPK berhasil untuk mengamankan enam orang yakni ada dua orang pejabat Kemensos dan empat orang pihak swasta dalam operasi senyap tersebut. Mereka adalah (MJS) Kemensos, Sekretaris pada Kemensos Shelvy N (SN) serta Direktur PT Tiga Pilar Agro Utama Wan Guntar (WG) Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Matheus Joko Santoso. KPK juga mengamankan tiga pihak swasta lainnya yakni Harry Sidabukke (HS), Ardian I M (AIM), serta Sanjaya (SJY).
Sejak ditangkapnya Juliari, banyak yang menduga-duga bahwasanya hingga saat ini ia akan dihukum mati sebab sebelum terungkap adanya kasus untuk melakukan korupsi Bansos COVID-19, KPK sempat memberikan sebuah pernyataan kepada seluruh koruptor dana Bansos COVID-19 tersebut nantinya akan dihukum mati. Namun, Mahfud M.D mengatakan kenyataannya akan sulit untuk mendakwa Juliari dengan menggunakan hukuman mati. Sebab pandemi COVID-19 bukan termasuk bencana alam, melainkan juga adanya beberapa bencana non-alam, selain hal itu Indonesia juga sedang tidak dalam keadaan terancam bahaya dan krisis ekonomi.
Ditangkapnya Juliari mencerminkan bahwa hal ini masih bisa dikatakan sebagai kasus yang tinggi akan adanya tingkat korupsi di Indonesia. Bahkan juga dalam kasus Juliari terkuak di masa pandemi COVID-19, dimana seluruh kalangan masyarakat menengah kebawah sedang mengalami kesulitan untuk melakukan tindakan ekonomi. Berdasarkan dengan adanya sebuah data yang diadakan dari Transparency International (TI), sebuah jaringan global organisasi non-pemerintah anti korupsi, indeks persepsi korupsi yang terjadi di Indonesia pada tahun 2019 yang lalu ada pada peringkat 85/198 dengan skor 40/100, dimana skor 0 merupakan hal yang begitu sangat korupsi, dan juga pada skor 100 bersih dari korupsi.
Berdasarkan dengan adanya sebuah data dari TI juga skor indeks persepsi korupsi yang ada di Indonesia ini nantinya akan naik 2 poin dari 38/100 pada 2018 menjadi 40/100 pada tahun 2019. Kasus korupsi di Indonesia, tidak selalu akan terjadi pada kursi pemerintahan. Di dalam lingkungan masyarakat pun hingga saat ini masih banyak yang melakukan kegiatan korupsi secara sadar ataupun juga tidak sadar. Mulai dari anak yang meminta bayaran sekolah yang tidak sesuai dengan nominalnya, bahkan juga hingga adanya kasus suap untuk menutupi suatu tragedi. Hal seperti ini nantinya secara terus-menerus akan ada di masyarakat kita apabila kita tidak menerapkan perilaku yang jujur.